Selasa, 03 Mei 2011

110. SAHABAT DAN CERITA CINTAKU

Oleh : Hasbullah Said.-


ISYARAT pesan singkat (SMS) lewat Hp. mungilku, hampir tiap menit ter-dengar riuh dari seseorang yang selalu bertanya tentang kabar dan keadaanku.
Walau aku tak kenal siapa orangnya, karena dia tidak menyertakan namanya, namun tetap juga aku balas.
“Kalau boleh aku tahu ini dengan siapa?” tanyaku. Kontan saja ia balas.
“Aku Deo. Lengkapnya Deo Fabiola. Aku ingin kenal denganmu. Boleh, nggak?” begitu balasnya lewat layar menitor Hp-ku.
“Dimana kamu tahu nomor Hp-ku.” balasku lagi.
“Em,......dari seseorang........” Sampai disitu berakhir percakapan kami lewat SMS. Tak perlu aku pusing cari tahu dari mana dia dapatkan nomor Hp-ku.
Bermula, disitulah awal perkenalan kami. Hal itu jujur aku katakan, bahwa bagiku sangat menyenangkan karena ada juga yang selalu memperhatikan diriku.
Akhirnya, aku sambut uluran tangannya mengatakan siap jadi kenalan walau hanya lewat di udara.
“Boleh-boleh aja.”. balasku lewat SMS Hp-ku.
Namun disisi lain, aku sangat berhati-hati karena aku baru mengenal Islam (Muallaf) takut kalau perbuatan ini termasuk dosa walau hanya lewat SMS. Ya, aku takut kalau agama yang baru aku anut itu melarang perbuatan semacam ini. Berhubungan dengan pria yang bukan muhrimku, berbicara panjang lebar tentang dia dan aku. Tentang remaja dan angan-angan. Tentang dunia masa kini.
Hal tersebut telah pernah dulu aku utarakan kepada guru agamaku di sekolah, disaat aku masih duduk dibangku SMA, dan ia mengatakan bahwa, pacaran sesama pria dan wanita tidaklah dilarang oleh agama, asalkan sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadist. Yang dilarang, berduaan dengan pria bukan muhrimnya disuatu tempat yang terpisah sunyi atau sepi, karena sesungguhnya bukan berduaan akan tetapi bertiga dengan setan yang dilaknat.
Aku dan Deo tak lagi berkiriman SMS, akan tetapi bicara langsung lewat Hp. kami masing-masing. Aku mencoba menanggapi kata-kata, Deo. Sungguh, aku terpesona dalam bujuk rayunya yang melenakanku. Aku terbuai dengan kata-katanya yang manis manja.
Akhirnya aku dan dia telah menjalin persahabatan yang sangat akrab, dan perlahan berobah menjadi teman mesra. Bercinta diangan-angan. Hanya lewat Hp. kami masing-masing. Cinta lewat udara..........
Hari berpacu terus berganti tanpa henti. Akhirnya hubungan kami semakin akrab. Tiada hari tanpa suara Deo, terdengar meriuhi keseharianku, lewat Hp-ku dalam kamarku yang sempit lagi hangat.
“Lagi ngapain dik Dian disitu?” tanyanya lewat Hp-ku dengan nada perlahan lembut, selembut angin senja berhembus dari atas bukit sana.
“Lagi santai kak, Deo.” balasku.
“Aku kangen sama kamu.” kata Deo menggoda.
“Gombal ni, yee...........! Kangen gimana, kita ini kan sudah jumpa walau hanya lewat udara?”
“Justru itu,.......! Hanya di udara.” bantahnya.
“Untuk sementara, cukup diudara saja, suatu saat kita pasti bersua cepat atau lambat.” kataku memperingatinya.
“Kalau gitu terima kasih banyak dik, Dian.”
“Tapi boleh nggak, aku tahu kak Deo ini posisinya dimana?” tanyaku serius.
“Oh,........... aku berada disuatu tempat bernama Negeri Antah Berantah.” jawabnya perlahan.
“Dimana itu? Nama tempat itu sangat asing bagiku.” kataku penasaran.
Deo tak menyahuti tanyaku. Hubungan pembicaraan kami tiba-tiba terputus. Entah, apa penyebabnya. Mungkin karena sinyal tiba-tiba menghilang, atau mungkin juga Hp-nya lauw-baat. Aku tak tahu.
Hingga disini pembicaraanku dengan kak Deo. Hp. milikku segera kumatikan. Aku berbaring diatas tempat tidurku hingga aku terlelap tidur hingga sore jelang malam. Malam harinya, aku tak dapat tertidur hingga keesokan paginya. Suara Deo sepertinya tak mau hengkang dari pendengaranku. Terngiang selalu ditelingaku. “Aku kangen sama kamu.”
Ah, sungguh aku penasaran berat dibuatnya. Mungkinkah cinta itu dapat ternjalin hanya lewat Hp? Suatu tanda tanya yang tak pernah terjawab olehku.
Pacaran diudara lewat Hp. tak ubahnya bercinta dalam angan. Hal sangat mustahil. Ini tidak mungkin. Begitu cegahku dalam hati. Berhubungan lewat Hp. tak ubahnya dengan dunia maya. Dunia mimpi yang penuh kebohongan dan kepura-puraan.........
Lewat dunia maya sering terjadi suatu perbuatan diluar batas-batas kesusilaan. Tapi dia, Deo membantah keras argumenku, dia katakan bahwa pacaran didunia maya tak sedikit ketemu jodoh dan berakhir dipelaminan dengan rukun dan bahagia.........
Akhirnya, akupun terbius dengan wejangannya yang bigitu meyakinku. Aku terdiam. Bagaikan aku terkena anak panah asmara yang melenakanku.
***
Angin malam berhembus lembut lewat kisi-kisi jendela kamarku begitu terasa sejuk. Senja perlahan beranjak pergi menuju gelapnya malam. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar.
“Siapa?” tanyaku.
“Assalamu Alaikum” suara perempuan terdengar lembut dari luar.
“Waalaikum Mussalam” balasku sembari bangkit dari perbaringanku lalu aku
membukakannya pintu.
“Tumben,...... kamu Santy, mimpi apa kamu semalam, lama begitu baru kamu muncul kesini.” kataku menyalaminya sambil memeluknya erat. Lama kami berpelukan.
Santy adalah teman akrabku sejak dulu, ketika kami sama-sama duduk dibangku SMA. Teman curhat, berbagi rasa suka dan duka hingga hal-hal yang sangat pribadi. Hampir dua tahun kami pisah dengannya baru bertemu. Cukup lama. Disebabkan mungkin karena kesibukan kami masing-masing.
Kupersilahkan dia duduk diatas kursi tamu rumahku. Secangkir teh hangat kusodorkan padanya. Kupersilahkan dia mencicipinya. Tapi ia tak bergeming sedikitkpun menyambut tawaranku. Ia terpaku diam diatas tempat duduknya. Kulihat seperti ada sesuatu yang mengganjal bathinnya. Kulihat ada air bening mengambang perlahan membasahi wajahnya yang murung.
“Santy, ada apa, kenapa kamu menangis?” tanyaku heran.
“Kak Deo itu, Dian,..........” sahutnya dengan nada lirih terbata-bata.
“Ada apa dengan Deo,........dan siapa itu Deo?” tanyaku dengan penuh penasaran. Aku diam. Sontak aku kaget setelah dia menyebut nama Deo. Tapi aku tak menampakkan rasa kagetku padanya. Aku berpura-pura tak kenal nama Deo.
Sunyi seketika menyelimuti diruang tamu rumahku. Kecuali suara isakan tangis terdengar pilu dari balik celah bibir Santy.
“Ada apa Santy?” desakku sekali lagi. Dengan perlahan Santy mengangkat wajahnya menatapku dengan wajah sendu.
“Kak Deo menghianati cintaku, dia tidak serius dengan rencana pernikahanku dengannya. Padahal orang tuanya telah resmi datang melamarku beberapa hari yang lalu. Dia ingkar, katanya telah menjalin tali cinta dengan seorang gadis lain.” ucapnya dengan nada lirih. Kembali aku diam tak secepatnya menyahuti ujarnya.
Sesaat kemudian, kebisuan malam datang lagi bertandang dalam ruang tamu rumahku tanpa suara manusia. Kecuali diluar terdengar suara ranting pohon harumanis dihempas angin malam.
“Kalau boleh aku tahu, siapa nama pacar barunya itu?” tanyaku serius ingin tahu.
“Aku tak tahu, karena iapun tak pernah menyebut nama pacar barunya itu.”
“Lelaki macam apa itu Deo, ......! Sudahlah Santy, jangan engkau menangis lagi, aku akan membantumu semampuku!” bujukku sambil kupeluk erat Santy.
Jujur aku katakan, bahwa aku tak tahan menahan haru. Aku berusaha untuk tidak meneteskan air mata dihadapannya. Bathinku goyah. Rapuh. Hatiku didalam -
hancur berkeping-keping.
Semuanya itu kusimpan rapat-rapat dalam bathinku yang merintih pedih. Kepedihan itu hanya untukku seorang. Bukan kepedihan empati pada Santy. Aku tak ingin diketahui oleh Santy. Serupa luka di dua insani dengan irisan sembilu yang amat perih. Luka hati. Luka oleh khianat cinta, yang sama ...........
Cerita cinta yang manis bagiku namun mengiris. Biarlah berlalu terbawa angin lalu. Kalau ada tersisa dihatiku itu kuanggap hanya nostalgia buram belaka untukku,...........Kisah itu kusimpan erat rapat dalam fantasi hayalku yang amat rahasia bagiku.
Aku tak tega hati melihat Santy dirundung sendu. Kusarankan padanya, agar segera ia menghubungi dan bertemu langsung dengan Deo, untuk membicarakannya secara baik-baik. Mengapa Deo tega hati mengkhianati cintanya, padahal rencana pernikahannya dengan Santy tinggal dua minggu lagi. Santy mengangguk sepi, suatu isyarat ia menerima saranku.
Kokok ayam diluar terdengar riuh bersahut-sahutan, pertanda malam telah jauh larut menuju pagi hari yang cerah. Aku dan Santy segera beranjak menuju kamar tempat tidurku, karena rasa ngantuk telah datang menyerangku tanpa ampun.(*).

( Terima kasih kak Diash,...... yang telah mengajariku berdiri kokoh membangun sebuah semangat ketegaran hati yang terluka )

Cendana Putih Lutra, 18 Oktober 2010

Harian Radar Bulukumba, 21 Januari 2011
Mingguan Inti Berita, 03 April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar