Kamis, 05 Mei 2011

13. CAMAR PUTIH KAWALAN ROY

Oleh : Hasbullah Said.-


DI KAMPUS tua nan merah itu. Matahari pagi beranjak perlahan lamban menyembul naik dibalik celah pepehonan rindang.
Hembusan angin pagi terasa sejuk mengelus tubuh para mahasiswa yang sedang duduk santai diatas bangku-bangku beton dihalaman depan gedung kuliah berlantai dua itu, menunggu Dosen yang akan memberikan kuliah perdana, pagi itu.
Nampak peci-peci mahasiswa berwarna hitam dasar merah diatasnya, tetap setia bertengger dikepala meraka yang habis dicukur plontos, pertanda bahwa mereka baru saja selesai mengikuti acara malam inugrasi pelantikan sebagai mahasiswa dilingkungan fakultasnya.
Suatu kebanggaan tersendiri dihati masing-masing seusai mengikuti per- poloncoan selama seminggu yang disebut MAPRAM*) dikenal orang sangat keras dan kejam, namun terkontrol dengan pengawasan ketat dari panitia lokal dan pusat sehingga acara Mapram berjalan aman dan tertib.
Masa itu, mereka lalui dengan rasa suka duka, bahkan tangis disertai deraian air mata sering dialami oleh CAMI*) karena mendapat hukuman dari kakak seniornya sebab melakukan suatu pelanggaran tata tertib Mapram.
Semua itu masih membekas dihati masing-masing namun tak ada yang menaruh rasa dendam sedikitpun terhadap seniornya, kecuali telah menjadi suatu kenangan indah yang tak terlupakan bagi mereka untuk selama-lamanya. Peristiwa semacam itu sama seperti apa yang telah pernah aku alami dulu, sekalipun kejadiannya telah lama berlalu.............
***
Perempuan bernama Nelly turun dari atas sebuah mobil mikrolet kampus, kemudian dia berjalan sambil mengepit buku catatan persiapan kuliahnya.
Langkahnya perlahan lamban menuju ruang kuliah perdana diadakan khusus
bagi mahasiswa baru.
Dia Nelly, mengenakan gaun terusan warna pink sangat serasih dengan warna kulitnya yang putih bersih. Pagi itu, aku bersama beberapa teman mahasiswa baru lainnya masih saja duduk diatas bangku-bangku beton tengah asyik ngobrol bercanda
bercerita banyak tentang pengalaman kami masing-masing selama menjalani masa Mapram sebagai pengisi waktu yang lowong sambil menunggu dosen yang akan memberi kuliah perdana bagi mahasiswa baru.
“Eh, itu Nelly si-Camar Putih datang.” teriak Andhy disampingku sambil mencolek pangkal lenganku. Hampir semua mahasiswa perhatiannya tertuju pada Nelly, ketika dia sedang berjalan diatas vaving block masuk keruang kuliah .
Camar putih begitu nama samaran yang diberikan kakak seniorku ketika malam pertama Mapram diadakan. Entah mengapa dia diberi nama samaran Camar Putih, mungkin karena dia berpenampilan menarik lagi lincah serta memiliki kulit putih bersih sehingga mengundang inspriasi bagi seniorku memberi gelar Si Camar Putih, begitu pikirku dihati.
Memang saat itu, Nelly adalah primadona diantara sekian banyak cama-cami karena dia memiliki penampilan yang menarik, membuat banyak kakak seniorku menaruh perhatian padanya.
“Halo Nel, apa kabar?” begitu tegurku padanya ketika dia sedang berlalu di-hadapan kami.
“Halo juga, baik-baik saja.” sahutnya sambil melempar senyum padaku.
“Yuk, mari kita masuk Bayu.” katanya lagi mengajakku masuk berjalan beriringan menuju ruang kuliah. Setiba didalam, kami pilih tempat duduk paling depan agar kuliah dapat kami terima dengan jelas. Dan akhirnya tak lama kemudian kami disusul masuk keruang kuliah oleh teman-teman mahasiswa baru lainnya karena kuliah mata pelajaran Panca Sila segera dimulai.
Hari itu, kuliah berakhir dengan sangat lancar dan tertib. Mahasiswa pada berhamburan keluar ruang kuliah bergegas hendak pulang kerumahnya masing-masing, karena hari itu kami mendapat hanya satu mata kuliah saja. Nelly disampingku kulihat sangat gelisah, dia bingung dibuatnya menerima tawaran begitu banyak dari beberapa teman-teman kami untuk mengantarnya pulang kerumahnya.
“Terima kasih banyak.” begitu jawabnya perlahan menolak ajakan mereka.
“Terima kasih, aku pulang nanti bersama Bayu.” ulangnya sekali lagi dengan senyum, menolak secara sopan ajakan Roy.
“Oke, baik!” jawab Roy salah seorang teman yang menawarkannya pulang bersama, dengan nada sinis kayak mengancam Nelly.
Waktu itu, pergi pulang kuliah aku mengendarai sepeda motor merek Honda 90 cc pemberian ayahku sebagai hadiah untukku, karena sangat gembira melihat aku berhasil lulus dalam ujian seleksi masuk ke Perguruan Tinggi Negeri.
Ketika itu, sepeda motor masih jarang dipunyai oleh mahasiswa se-angkatanku, itupun kalau ada hanya satu dua orang saja mahasiswa yang memilikinya. Dan yang banyak dipakai hanyalah sepeda kumbang metallic merek SIM-KING, karena waktu itu menjadi trend bagi anak-anak muda sebayaku, mengendarai sepeda bila hendak menuju kuliah atau keperluan lainnya.
Bila sore hari jelang malam, ramai anak-anak muda mengendarai sepeda kumbang merek SIM-KING, bergorombol berkeliling kota utamanya disepanjang Jalan Penghibur dan sekitarnya, mengundang perhatian yang mengasyikkan bagi setiap pengguna jalan dari arah selatan hingga utara pantai itu.
Bunyi lonceng sepeda mereka terdengar berdering bising memekakkan telinga, disertai dengan berbagai macam aksesoris lampu aneka warna-warna menghiasi sepeda mereka sangat indah kelihatannya di keremangan malam membuat suasana pantai Losari semakin ramai.
Kini sepeda motor Honda milikku kularikan dengan kecepatan rendah pulang kerumah bersama Nelly di boncenganku, melaju diatas aspal dengan terpaan matahari siang yang begitu terik mengirimkan panasnya kebumi.
“Nel, apa tidak ada orang yang merasa cemburu melihat kita pulang ber- dua?” tanyaku memancing dia dengan suara kedengaran tipis hampir tak terdengar olehnya tertelan oleh kesiur angin siang.
“Ah, perduli setan dengan orang-orang yang melihat kita pulang berdua.” begitu jawabnya dengan nada cuek. Aku diam tidak menanggapi kata-katanya, sambil kularikan sepeda motorku lebih cepat dari semula agar kami tidak terlalu kepanasan diterpa oleh teriknya mentari siang, hingga tak terasa oleh kami telah hampir tiba dipersimpangan Jalan Veteran. Disitu, dipinggir jalan sebuah pohon mahoni tumbuh berdaun rimbun, tempat banyak orang berteduh ketika musim panas tiba, untuk menghindar dari sengatan terik mata hari siang. Aku ajak Nelly singgah sebentar istirahat sambil menikmati es kelapa muda yang banyak dijual orang diseputar situ.
“Mari, kita singgah sebentar istirahat disini, Nel!.” pintaku sambil me- ngajak Nelly duduk diatas sebuah bangku kayu dibawah teduhnya pohon mahoni. Kupesan dua gelas es kelapa muda, sekadar penawar rasa haus dan dahaga kami yang tak tertahankan.
“Yuk mari.” kataku mempersilahkan Nelly mencicipinya.
“Terima kasih.” sahutnya senyum sambil duduk diatas bangku-bangku itu. Aku teringat pagi tadi dikampus ketika Roy mengajak Nelly pulang bareng bersamanya, akan tetapi dia menolaknya dengan secara sopan.
Kukenal Roy, karena dia adalah pengawal Nelly ketika Mapram diadakan di Fakultas kami. Diberi kepercayaan oleh panitia pelaksana untuk jemput antar Nelly selama Mapram berlangsung. Hal tersebut sama dengan CAMA*) lainnya, mereka diberi tugas untuk jemput antar masing-masing satu cami, yang disebut kawalan, karena dikhawatirkan terjadi sesuatu yang tak diinginkan terhadap mereka diperjalanan bila pulang malam-malam kerumahnya masing-masing. Selama acara Mapram berlangsung, tidak di perkenangkan bagi Cama dan Cami mengendarai kendaraan bermotor ke kampus kecuali naik sepeda.
“Roy itu pengawalmu kan?” tanyaku setelah beberapa teguk es kelapa muda meluncur masuk membasahi tenggorokannya.
“Ya, benar, ketika Mapram berlangsung.”
“Tadi aku perhatikan ketika kamu diajak pulang bersamanya, sepertinya dia tidak menerima baik penolakanmu.”
“Ah, orangnya memang begitu, arogan.”
“Aku tak senang dengan cara seperti itu, makanya aku selalu berupaya menghindar darinya.” sambungnya lagi sambil meneguk es kelapa muda yang masih tersisa sedikit didalam gelasnya.“
“Ehem, kawalan yang tak tahu berterima kasih.dijaga. dikawal. diantar jem-
put setiap hari dari rumah ke kampus dan sebaliknya.” kataku mendehem berpura-
pura membela Roy.
“Pengawal arogan, tak loyal terhadap majikannya.” begitu kilahnya sambil menatapku lekat-lekat.
“Buktinya?”
“Ah, tak usah kita bicara panjang lebar tentang Roy, cukup aku saja yang mengetahuinya, lebih baik kita pulang saja.” pintanya padaku sambil meloncat naik keatas boncenganku. Sepeda motor Honda-ku kembali kularikan dengan kecepatan sedang diatas aspal yang kian membara, menyusuri Jalan Veteran belok kejalan Sungai Saddang menuju rumah Nelly.
Tanpa kami duga sebelumnya, tiba-tiba Roy datang menyusulku dari belakang sambil berteriak-teriak memanggilku.
“Eh, Bayu, berhenti bila kamu jantan!” teriaknya mencegat aku sambil memarkir silang sepeda motornya tepat dihadapan kami.
“Apa-apaan ini Roy?” tanyaku dengan perasaan was-was padanya.
“Berani-beraninya kamu mengantar pulang Nelly kawalanku.” balasnya emosi dengan nada tinggi. Mendengar ucapnya, Nelly segera turun dari atas boncenganku lalu ia melangkah kedepan mendekati Roy.
“Roy, sekarang aku bukan lagi kawalanmu karena Mapram telah lama usai , engkau tak berhak lagi melarangku, siapa-siapa saja yang kukehendaki bersamaku mengantarku pulang kerumahku, bahkan pergi kamanapun yang aku inginkan itu hak pribadiku.” kata Nelly dengan suara agak tinggi sambil mengacungkan telunjuknya pada Roy. Karena merasa di permalukan dihadapanku, maka balik Roy memaki-maki aku dengan kata-kata kasar yang sangat menyakitkan hatiku, sambil melangkah berjalan mendekatiku.
“Pengecut, tak tahu diri.” begitu bentaknya padaku dengan emosi yang tak terkontrol kemudian ia melayangkan tinjunya kearah wajahku, dan dengan gerakan refleksi, Nelly loncat ketengah-tengah kami melerai hendak menghalang-halangi Roy, namun terlanjur kepalan tinju Roy bersarang mengenai jidat Nelly membuat seketika ia jatuh tersungkur tak sadarkan diri.
Aku berupaya keras hendak melakukan perlawanan terhadapnya, namun dalam waktu sekejap orang pada ramai berdatangan mengerumuni kami untuk melerai.
Selanjutnya aku kebingungan dibuatnya, tak tahu apa yang hendak ku- lakukan, sementara Nelly, masih terkapar lemas tak sadarkan diri diatas jalan ruas aspal dan darah segar terus mengalir dari dalam hidungnya. Segera kupanggilkan taksi lalu kularikan ke salah satu rumah sakit terdekat agar secepatnya mendapatkan pertolongan dari dokter.
Untung saat itu, aparat kepolisian cepat tiba sitempat kejadian perkara untuk mengusut tuntas permasaalahan kami, dan akhirnya Roy digelandang oleh aparat kepolisian dengan mengendarai mobil patroli meraung-raung disepanjang ruas jalan menuju kantor Polsekta untuk selanjutnya dimintai keterangan serta memper- tanggung jawabkan perbuatannya yang tak terpuji dan sangat memalukan itu.
Sementara, aku masih berada dirumah sakit itu, menunggui Nelly yang sedang terbaring lemah diruang UGD. Tak tega hati aku meninggalkannya sendirian dalam keadaan tak sadarkan diri. Segera kuhubungi kedua orang tuanya melalui wartel terdekat, menyampaikan bahwa Nelly kini sementara dirawat dirumah sakit akibat kecelakaan yang menimpanya. Tidak kujelaskan sebab kecelakaan apa sehingga dia dibawa kerumah sakit. Setelah tiba, kedua orang tuanya segera menemui aku dan Nelly diruang UGD, keduanya sangat berterima kasih kepadaku setelah kujelaskan dari awal hingga akhir kejadian perkara.
“Terima kasih banyak nak.” ujarnya padaku sambil menyalamiku.
“ Sama-sama Pak.” balasku.
Dari atas pembaringannya Nelly kulihat perlahan-lahan membuka matanya sambil menatap kedua orang tuanya yang sedang berdiri disamping tempat tidurnya, pertanda bahwa Nelly telah mulai siuman kembali.
Aku sangat gembira melihat Nelly, dimana kondisinya perlahan-lahan menunjukkan perkembangan yang semakin membaik.
Hari hampir malam, diluar rumah sakit itu lampu-lampu taman mulai me- nyala terang, aku segera beranjak perlahan mendekati Nelly diperbaringannya lalu berujar.
“Aku mohon pamit, semoga lekas sembuh.” begitu ujarku menyalami dia.
“Terima kasih banyak Bayu.” balasnya perlahan sambil menatapku senyum.
“Permisi, Assalamu Alaikum.” ucapku memberi salam sambil berjalan keluar dari ruang UGD meninggalkan rumah sakit itu, menuju rumah tempat tinggalku di- keremangan malam nan beku.(*)

Makassar, 05 Maret 1968

Harian Kendari Pos, 14 Juni 2008
Harian Radar Bulukumba, 20 April 2009
Harian Cermin Reformasi Ternate, 30 Mei 2009



*) MAPRAM = Masa Pra Mahasiswa
*) CAMA = Calon Mahasiswa
*) CAMI = Calon Mahasiswi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar