Rabu, 04 Mei 2011

26. TEMBANG LARA DI TEPI PANTAI MEULABOH

Oleh : Hasbullah Said.-

PEREMPUAN itu masih juga berdiri tegak mematung diatas dermaga pantai Meulaboh, tak peduli angin kencang dari arah Samudera Hindia menerpa tubuhnya yang kurus. Tatapannya kosong ke arah laut lepas yang keperakan diterpa oleh mentari siang jelang senja yang kian memerah.
Sedikitpun perempuan itu tidak terganggu oleh wajah pantai Meulaboh yang hancur luluh sehabis diterjang oleh gempa dan gelombang tsunami yang maha dahsyat memporak-porandakan hampir seluruh kota itu.
Kini perlahan-lahan dermaga pelabuhan itu mulai direkonstruksi dan dibenahi ulang agar dapat segera berfungsi kembali seperti semula. Nampak terlihat kesibukan orang-orang di sekitarnya bekerja siang dan malam membenahi dermaga pelabuhan utama di pantai barat utara pulau Sumatera.
Tapi perempuan itu sedikitpun merasa tidak terganggu oleh kesibukan orang-orang di sekelilingnya, berdiri sambil mendekap sebuah boneka mainan yang telah lusuh ke dadanya yang tipis terbuat dari benang wool.
Setiap hari aku temui perempuan itu berdiri disekitar dermaga, ketika aku bersama beberapa orang anggota TNI-ABRI lainnya sedang sibuk bekerja menyelesaikan dermaga pelabuhan Meulaboh. Tubuhnya dekil kotor. Rambutnya awut-awutan tak beraturan melambai-lambai tertiup oleh derasnya angin laut.
Dari dekapannya tak pernah lepas sebuah boneka mainan anak perempuan yang telah kumal, menandakan bahwa perempuan yang berusia sekitar 45 tahun itu menderita gangguan jiwa yang teramat berat.
Mulutnya komat-kamit berujar tak karuan, kadang ia berteriak histeris, kadang pula ia tertawa sendirian terpingkal-pingkal dan yang sering ia lakukan sepertinya sedang melantunkan sebuah tembang pilu yang kurang jelas artinya. Tembang kedengaran pilu namun tak dapat dimaknai.
Setelah pasca bencana gempa dan gelombang tsunami tak sedikit jumlahnya orang yang kurang waras alias gila aku jumpai di kota ini, di bawah kolong jembatan, dibawah reruntuhan bangunan yang luluh lantak, dan banyak lagi berkeliaran berpindah-pindah tempat. Beraneka ragam tingkah laku mereka, bahkan ada nyaris tak berbusana alias telanjang bulat, mengundang rasa iba bagi siapa saja yang melihatnya.
Aku berpikir, beginilah kehidupan dunia mempertontonkan banyak keanehan kepada kita. Termasuk musibah gempa dan gelombang tsunami yang menelan banyak korban harta dan jiwa manusia, ini adalah merupakan suatu peringatan keras dari Yang Maha Kuasa terhadap semua ummat manusia di dunia ini.
Awalnya tingkah laku perempuan yang hampir paruh baya itu tidak menarik perhatianku sedikitpun, karena aku berfikir mau diapa, dia kan orangnya gila, tapi kadang ada juga orang usil terhadapnya, senang mengusik perempuan gila itu, kasihan,…… terutama anak kecil sering mengganggunya menarik boneka didekapannya lalu berlari membawanya pergi.
Ketika aku beranjak mencegat agar segera menjauhinya, mereka lari berhamburan sambil melempar boneka itu ke dalam sebuah selokan.
“Awas, kalau kalian ganggu lagi perempuan itu, kepalamu akan kupecahkan dengan skop ini!” ancam aku kepada mereka sambil mengacungkan ke atas skop yang aku pegang sehabis bekerja mengaduk semen beton, berpura-pura menggertak mereka.
Dalam waktu sekejap mereka telah menghilang entah kemana bersembunyi. Kemudian aku dekati perempuan itu, lalu aku berikan kepadanya boneka yang telah basah habis terendam air selokan.
Dia menatapku dengan sorot mata hampa. Dapat kumaknai dari tingkahnya yang aneh. Ada semacam ungkapan rasa terima kasih terhadapku karena aku menolongnya dari gangguan usil anak-anak kecil.
“Mereka menculik anakku Cut Aini, lalu mereka membawanya pergi tidak,.......tidak, jangan bawa pergi anakku. “ begitu teriaknya dengan suara serak-
parau sambil mendekap kembali boneka yang baru saja kuserahkan padanya.
“Tenanglah, sabarlah, mereka tidak akan mengganggumu lagi, mereka telah pergi jauh, akan kupecahkan kepalanya satu persatu dengan skop ini, apabila mereka masih berani mengganggumu lagi.“ ucapku menghibur menenangkan dia. Perempuan itu tak menghiraukan ujarku, tetap saja ia meraung-raung, meronta-ronta sambil mendekap erat boneka itu ke dadanya.
“Anakku Cut Aini, manis, cantik, pintar, tidak nakal seperti mereka, ummah ………., ummah ……….” dia mengecup boneka itu berulang kali lalu mendekapnya lagi ke dadanya yang tipis.
“Sudahlah, tenanglah, lebih baik berteduh di bawah tenda di situ, di sini matahari terlalu terik, nanti kamu sakit, ayo mari kita ke sana!” bujukku sambil menarik tangannya mengajak dia agar segera meninggalkan tempat itu, namun dia tetap meronta-ronta berupaya melepas tangannya dari genggamanku.
“Sudahlah pak, tak usah dihiraukan perempuan itu, dia memang terbiasa begitu.“ teriak seorang lelaki paruh baya menegurku dengan mengangkat telunjuk ke atas melintang lekat didahinya, suatu isyarat padaku bahwa perempuan itu tidak waras alias gila.
Segera aku beranjak meninggalkannya, sendirian menangis terisak-isak sembari mendekap kembali bonekanya yang telah hampir kering oleh terik matahari siang.
Hari-hari berikutnya, entah kenapa perhatianku selalu tertuju pada perempuan gila itu. Timbul beberapa pertanyaan dalam benakku. Kenapa dia bisa gila, tentu ada penyebabnya.
Tiba-tiba lelaki paruh baya itu, yang mencegatku beberapa hari lalu, melarangku untuk tidak mengurusi perempuan gila itu, berlalu di dekatku dengan membawa sebuah karung plastik penuh barang-barang bekas, seperti plastik dan besi-besi tua. Kutebak, pasti lelaki itu seorang pemulung. Pasca bencana gempa dan gelombang tsunami banyak orang mengais rezeki mengumpulkan barang-barang bekas yang berserakan dimana-mana, kemudian dijualnya untuk mendapatkan uang sekedar penyambung hidup keluarga mereka.
Pak, bolehkah aku tahu, kemana perginya perempuan kumal itu, hari telah hampir malam, namun belum juga nampak dia berada disekitar sini.“ tanyaku ketika ia sedang berjalan menuju bekas reruntuhan bangunan dekat dermaga.
“Oh, perempuan gila itu pak?” sahut lelaki itu, sembari menaruh bawaannya ke atas bekas reruntuhan bangunan.
“Biasanya sebelum dia kesini, saya lihat dia terlebih dahulu singgah di sebuah tempat pembuangan sampah dekat Posko Keamanan mengais sisa makanan sekadar pengisi perutnya yang mungkin telah terasa lapar.“ lanjut lelaki itu sambil mengisap rokoknya yang terselip lurus diantara celah bibirnya..
“Kasihan dia.“ begitu bisikku dalam hati.
“Lalu sekarang kemana perginya dia?”
“Entah, hampir seharian ini pak saya tak menemuinya lagi, biasanya petang hari seperti ini dia masih berada disekitar dermaga sini. Duduk diatasnya sambil menimang-nimang bonekanya melantunkan sebuah tembang pilu yang kurang jelas artinya, dan tak dapat di mengerti apa maksudnya.”
“Eh, tahukah kamu siapa sebenarnya perempuan gila itu?” tanyaku serius ingin tahu sembari menatap wajah lelaki itu lekat-lekat.
“Begini pak.” sahutnya, kemudian dia berhenti bicara sejenak, lalu kembali mengisap rokoknya dalam-dalam.
“Sepertinya dia itu sudah jatuh tertimpa tangga pula.”
“Maksudmu?” ulangku bertanya sekali lagi sambil mengerutkan kening.
“Sebenarnya dia itu seorang janda kaya, memiliki dua orang anak perempuan yang masih kecil ketika sebelumnya kota ini dilanda musibah.“
“Lalu suaminya?”
“Pisah mati belum lama ini, sebelum terjadi musibah gempa dan gelombang tsunami,suaminya dulu termasuk pengusaha sukses dikota Meulaboh,memiliki sebuah
ruko berisi penuh berbagai macam jenis barang campuran.”
Dari hari kehari usaha dagangannya nampak semakin laris dan terus meningkat pesat.
Untuk membantu kelancaran usahanya, dia telah mampu mempekerjakan sekitar puluhan orang sebagai karyawan toko. Dia sangat dikenal dan disenangi oleh orang-orang sekitarnya, karena ringan tangan dan dermawan, suka membantu kepada siapa saja yang membutuhkan. Terutama pembangunan masjid. Hampir semua bangunan masjid di kota Meulaboh ini telah pernah diberi bantuan, baik diminta maupun tidak diminta.
Untuk kelancaran usahanya sering dia keluar kota menjajakan barang dagangannya, dan sekembalinya ditukar dengan barang hasil bumi kemudian dijualnya di kota Meulaboh dengan memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Begitu rutinitas kesehariannya dilakukan tiga kali seminggu bolak-balik dari kota ke kota lainnya.
Suatu ketika sepulang dari desa membawa barang dagangannya, ditengah jalan tiba-tiba dia dicegat oleh seseorang yang tak dikenalnya, kemudian tanpa basa-basi dia diberondong dengan senjata api. Seketika itu dia menemui ajalnya di tempat kejadian. Hingga pada saat ini orang yang melakukan penembakan itu belum ada yang bertanggung jawab dan belum pula diketahui siapa pelakunya.
Tak lama kemudian sesudah itu, pada hari Minggu tanggal 26 Desember 2004, telah terjadi bencana besar melanda kota Meulaboh dan kota-kota lainnya di Sumatera Utara. Gempa bumi yang dahsyat disusul dengan air pasang gelombang Tsunami setinggi 6 hingga 10 meter mengakibatkan seluruh bangunan gedung dan rumah-rumah penduduk hancur berkeping-keping rata tanah.
Ketika peristiwa itu terjadi kedua anaknya sedang bermain di halaman rumah dan keduanya tak dapat menyelamatkan diri mereka karena secara tiba-tiba bangunan gedung disekitarnya ambruk menimpa kedua anaknya. Perempuan itu berupaya menolongnya, namun air gelombang secara tiba-tiba datang menyeret dirinya sejauh satu kilo meter dari reruntuhan bangunan rumahnya, sehingga dia gagal menolong kedua anaknya.
Saat ia terseret oleh air gelombang deras, tanpa sengaja sesuatu benda keras yaitu sepotong kayu balok ikut terbawa arus membentur kearah kepalanya, membuat lama ia tak sadarkan diri, hingga akhirnya terdampar disebuah bangunan rumah yang masih utuh. Ketika perempuan itu siuman baru teringat kedua anaknya yang tertimpa oleh runtuhan bangunan membuat perempuan itu berteriak histeris memanggil-manggil kedua anaknya. Karena tak mampu menahan beban bathin yang berat, maka mungkin itulah Pak, perempuan itu tidak waras alias gila“ demikian penuturan lelaki itu menutup pembicaraannya.
Keesokan harinya telah di temukan sesosok mayat perempuan di dalam semak belukar tak jauh dari tempat Posko Keamanan, dari dalam mulutnya kelihatan bekas cairan busa putih. Diduga kuat perempuan itu meninggal akibat keracunan suatu makanan yang habis dikonsumsinya, karena di samping tempatnya terbaring ditemukan sebuah kantong plastik berisikan sisa-sisa makanan yang telah mulai membusuk.
Akhirnya perempuan itu di ketahui sedang mengidap penyakit gangguan jiwa, yang semasa hidupnya sering mangkal di tepi pantai sekitar dermaga pelabuhan Meulaboh yang sementara direhabilitasi oleh TNI-ABRI bekerjasama dengan pihak yang terkait. Jelang siang hari belum ada orang yang mengaku bahwa mayat itu adalah salah satu anggota keluarganya. Oleh pihak kepolisian segera mengevakuasi ke salah satu rumah sakit untuk di lakukan otopsi agar segera mendapat kejelasan penyebab kematian perempuan malang itu.
Selanjutnya akan di makamkan secara wajar di pemakaman umum kota Meulaboh.(*)

Makassar, 05 Maret 2005

Harian Pedoman Rakyat, 18 Desember 2005
Harian Radar Bulukumba, 24 Maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar