Selasa, 03 Mei 2011

66. KUTULIS SEBUAH KISAH UNTUKMU

Oleh : Hasbullah Said.-

WULAN,........! Aku berharap sangat, kiranya engkau dapat baca tulisanku ini, yang dimuat dikoran terbitan hari minggu dikotamu Ternate. Sebab aku tahu engkau tak pernah alpa membaca cerpen setiap kali terbit, karena membaca itu bagimu sudah merupakan hobi yang tak dapat dipisahkan lagi dari duniamu, yaitu dunia remaja yang kreatif.
Naskah cerpen yang kutulis sengaja kukirim lewat media cetak yang terbit dikotamu, dengan harapan engkau dapat membacanya. Lahir rasa kagumku terhadapmu tanpa bisa kucegah setelah kutahu minat bacamu begitu besar, karena beberapa cerpen yang aku tulis sebelumnya semuanya engkau telah pernah membacanya.
Itu kutahu setelah kamu mengirim SMS kepadaku mengatakan bahwa betapa tertariknya kamu membaca semua cerpen yang kutulis dikoran terbitan hari minggu dikotamu Ternate. Begitu katamu via SMS yang kau kirimkan kepadaku. Entah, aku tak pernah tahu dimana kau peroleh nomor HP-ku. Lewat HP itulah awal mula perkenalan kita hingga kini.
Siapa yang menduga sebelumnya bahwa kita akan saling kenal begitu akrab, kendati kita bertempat tinggal saling berjauhan dipisahkan oleh bentangan laut yang begitu sangat luas. Aku bertempat tinggal di jazirah selatan pulau Sulawesi, tepatnya Metro Makassar, sedangkan kamu bertempat tinggal menetap dikota Ternate sebuah pulau kecil di wilayah Provinsi Maluku Utara.
Akhirnya sesudah itu, kita sering berkiriman SMS, bahkan sesekali kita saling menelpon berbicara singkat tentang berbagai hal. Sayangnya perkenalan kita selama ini hanyalah perkenalan semu yang tak pernah bertemu muka, baik sebelum maupun sesudahnya, yang ada hanyalah suara terdengar sayup-sayup dari balik HP kita masing-masing. Maka sudah kupastikan, tentu lahir sebuah keinginan yang mendesak-desak untuk saling bertemu. Suaramu terngiang terus seolah tak mau pergi dari pendengaranku. Dari nada dan vokal suaramu itu telah kubayangkan, kamu seorang gadis remaja yang energik lincah memiliki wajah yang sangat manis. Tentu pula engkau bayangkan aku seorang pria sederhana yang memiliki kemampuan jiwa seni kepenulisan yang sangat tinggi.
Akhirnya, kuakui bahwa itu adalah benar dugaanmu. Karena menulis adalah duniaku yang tak dapat lagi dipisahkan dari hidupku yang sangat membahagiakanku.
Didalam kumenulis itu seolah disitu kutemukan hidupku yang hakiki. Kutulis segala apa saja yang kuinginkan termasuk mimpi-mimpi indah yang kupunyai, kendati semua itu tak akan pernah terwujud. Impian yang mendesak-desakku selalu ingin bertemu denganmu tak pernah lepas dari lingkar harapku. Walau harapan itu hingga kini belum juga terwujud.
Bagaimana tidak, untuk bertemu denganmu tentu membutuhkan suatu pengorbanan serta perjuangan berat. Bayangkan, berapa banyak biaya transportasi yang harus aku keluarkan sekiranya aku berkunjung hanya untuk menemuimu, seperti harga tiket pesawat terbang atau kapal laut yang begitu mahal baru bisa menjangkau kotamu Ternate, belum termasuk biaya pemondokan atau biaya-biaya yang tak terduga lainnya.
Andaikan aku punya sayap sama seperti burung Garuda yang menjaga dan mengawasi nusantara ini, seperti yang di ceriterakan orang dari negeri seribu satu dongeng, maka tentunya dengan sangat mudahnya aku bertualang mengarungi laut Seram dan Banda hanya khusus untuk bertemu denganmu.
Jujur aku katakan, bahwa aku tak lebih dari seorang penulis lepas yang berharap mendapatkan honor seadanya dari redaktur surat kabar yang memuat tulisanku, mampu hanya sekadar untuk menutupi biaya foto copy dan biaya pengetikan komputer serta biaya-biaya lainnya, karena hingga kini aku belum mampu memiliki satu unit komputer yang tak terjangkau olehku karena harganya terlalu mahal, padahal alat itu sangat vital bagi seorang penulis.
Maka sudah kupastikan bahwa untuk bertemu denganmu hanyalah sebatas angan-angan belaka bagiku yang takkan pernah terwujud. Kecuali engkau, aku tak dapat mengukur kemampuanmu, mampu tidak, untuk datang di kotaku Makassar hanya sekadar untuk bertemu denganku. Sebuah tanda tanya dalam benakku yang tidak pernah terjawab. Kapankah kita bisa dapat bertemu?
Kala malam tiba, disaat sinar rembulan malam memancarkan sinarnya temaram menerpa bumi. Dengan langkah sangat perlahan, aku berjalan tertatih-tatih ditopang oleh sebuah kruk penyanggah tubuhku menuju belakang rumahku, kemudian duduk diatas sebuah balai-balai bambu dibawah teduhnya pohon jambu yang berdaun rimbun. Aku merenung-renung mengenangmu, dan akhirnya segala kenangan lama muncul perlahan dibenakku............................
***
Aku dilahirkan didunia ini dengan nasib yang kurang beruntung. Ditakdirkan Tuhan dengan nasib yang malang. Disaat aku menginjak usia dewasa, bertubi-tubi cobaan Tuhan berikan kepadaku.
Aku telah lama kehilangan kedua orang tuaku, yaitu ayah dan bundaku, ayahku yang sangat kukasihi terlebih dahulu dipanggil menghadap oleh Yang Maha Kuasa, akibat sakit kangker paru-paru yang menggerogotinya tanpa ampun, padahal kutahu ayahku bukan pecandu rokok berat atau penikmat minuman keras.
Setahun kemudian disusul kematian ibuku yang tercinta dengan penyakit stroke yang maha dahsyat datang menyerangnya, mengakibatkan kedua tangan dan kakinya lumpuh total tak dapat difungsikan secara normal selama beberapa tahun sebelum ia meninggal. Akhirnya tinggallah daku sebatangkara diatas dunia ini tanpa sanak saudara, karena aku ditakdirkan lahir sebagai anak tunggal semata wayang.
Untuk kelangsungan hidupku hari-hari, terpaksa satu persatu harta pening- galan orang tuaku kujual untuk dapat menyambung hidupku pagi dan sore. Hampir aku berputus asa, setelah kutahu tak ada lagi barang peninggalan orang tuaku yang dapat kujual untuk penyambung hidupku. Tapi Allah Maha Sutradara, Pengasih dan Maha Penyayang kepada hamba-Nya.
Dengan bekal jiwa kepenulisan yang kumiliki sejak aku duduk dibangku SMP, aku mampu membuat berbagai macam tulisan seperti cerita untuk anak, cerita bersambung, atau cerita pendek lalu kukirim ke redaksi harian surat kabar yang terbit dikotaku ataupun dikota lainnya untuk dimuat. Uang lelah atau honor yang kuperoleh dari hasil menulis itulah aku gunakan untuk biaya kelangsungan hidupku yang serba sulit, selebihnya aku gunakan untuk kebutuhan lainnya. Dalam kesendirianku sering aku menangis sesunggukan dalam kamarku yang sempit lagi pengap merenungi nasibku yang malang..................
Disuatu siang di bulan Desember, rintik hujan perlahan tergerai membentuk tirai gerimis dari atas langit sana. Perlahan kuberjalan sepulang aku dari sebuah penerbit surat kabar seusai menerima honor sebagai imbalanku menulis cerpen.
Baru beberapa meter aku melangkah dari kantor penerbit surat kabar itu, disaat aku hendak menyeberangi jalan,.......... tiba-tiba sebuah mobil angkutan umum jenis pete-pete*) dengan kecepatan tinggi menabrakku dari arah yang berlawanan, mengakibatkan aku jatuh terkapar bersimbah darah diatas jalan aspal tak sadarkan diri.
Segera aku dilarikan kesebuah rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan dari dokter. Berbulan-bulan aku dirawat dirumah sakit itu menunggu kesembuhanku, akhirnya dokter mengatakan kepadaku, bahwa sudah cukup upaya yang ia lakukan namun tidak mendapatkan hasil yang maksimal.
Dengan sangat menyesal begitu kata dokter yang merawatku, terpaksa aku harus dibantu dengan kruk yaitu sebuah tongkat penyanggah tubuhku agar tidak terjatuh bila aku melangkah, karena kaki kiriku mengalami lumpuh total tak dapat lagi berfungsi seperti sediakala, akibat patah tulang pada pangkal pahaku. Masih aku beruntung karena kedua organ tanganku masih dapat berfungsi secara normal.
Mendengar pernyataan dokter itu, aku menangis sejadi-jadinya dalam kamar tempatku dirawat menyesali kejadian yang menimpaku. Setiap saat aku berdoa, memohon kepada Tuhan agar kepadaku senantiasa diberi kekuatan iman, kesabaran serta ketabahan hati menerima cobaan ini.
Akhirnya, aku meminta kepada dokter yang merawatku, kiranya aku dapat diizinkan untuk segera pulang kerumahku, dan selanjutnya aku akan berobat jalan berharap agar cepat sembuh dari sakitku.
Diatas bulan mengambang, memancarkan cahaya semakin temaram menyi- nari bumi kesegala ruang menerpa diatas pucuk pepohonan. Segera kuberanjak dari dudukku, menuju kamarku karena malam perlahan-lahan hendak menggapai larutnya lalu berbaring aku diatas tempat tidurku terlelap hingga keesokan paginya.
***
Seusai kamu membaca tulisanku ini, maka terkuaklah sudah tabir yang selalu menjadi teka-teki bagimu selama ini, dan kamu telah mengerti sudah tentang keadaanku yang sebenarnya. Bahwa sesungguhnya aku adalah seorang manusia yang tidak sempurna tak sama sepertimu sebagai manusia normal. Kini aku seorang insan lemah tak berdaya yang ditakdirkan Tuhan sebagai penyandang cacat jasmani pramanen, akibat kecelakaan yang menimpa diriku beberapa tahun silam.
Aku tak dapat berjalan dengan sempurna tanpa ditopang oleh kruk pe-nyangga tubuhku yang dapat membantuku untuk beraktivitas sepanjang hari. Satu kesyukuran bagiku, karena mental serta kejiwaanku didalam tak pernah berubah sedikitpun, tidak seperti dengan fisik-ku yang lahiriyah terlihat sangat menderita dan tersiksa.
Namun, aku tak pernah berputus asa atau patah semangat. Mental ke- jiwaanku masih tetap utuh sempurna seperti sediakala hingga kini, tetap kumampu berimajinasi berhayal menulis fiksi apa saja yang kuinginkan, bahkan semakin bersemangat menulis membuat semakin banyak tulisanku dimuat dibeberapa media cetak lokal maupun nasonal.
Mungkin ini adalah sebuah kompensasi pelarianku sebagai manusia yang memiliki fisik kurang sempurna. Walau dibalik itu ada resah ragu berkecamuk selalu dalam rongga dadaku, bila aku mengenangmu...............
Kubayangkan disuatu saat bila Tuhan menghendaki kita untuk bertemu, maka pasti kau akan merasa kecewa terhadapku, karena tak seindah apa yang engkau bayangkan sebelumnya, bagai Sipungguk rindukan bulan, sebaliknya kau akan terperangah melihatku dengan kondisi fisik-ku yang sangat memilukan hati. Apakah kamu masih mau menerimaku sebagai seorang sahabat khusus, walau aku dalam kondisi seperti ini?
Bila ada benih cinta bersemi yang kau tanam dalam lingkar hatimu, maka sekarang juga aku mohon segera engkau keluarkan aku dalam lingkar itu, agar kau tidak merasa kecewa sapanjang masa, memiliki teman khusus seorang pria pe- nyandang cacat.
Aku khawatir nantinya engkau akan dicibir dan dijauhi oleh teman-temanmu, terutama teman sekolahmu bila mereka mengetahui tentang keadaan diriku. Biarlah aku dalam kesendirianku, bergelut dengan penderitaanku, tanpa kuingin melibatkan orang lain larut bersamaku dalam derita yang menderaku sepanjang masa tak kunjung usai hingga kapan.
Wulan,........ sekali lagi kuharap kamu membacanya tulisanku ini agar engkau mengerti sudah tentangku.
Aku disini bersama kenangan itu. Berteman lara dalam kesunyianku. Sepi. Seperti debu luluh yang sendiri.(*)


Makassar, 01 November 2008

Harian Radar Bulukumba, 20 Maret 2009
Mingguan Inti Berita, 13 Oktober 2010
Harian Palopo Pos, 13 November 2010


*) Pete-Pete = Mikrolet, jenis angkutan kota

Tidak ada komentar:

Posting Komentar