Selasa, 03 Mei 2011

79. CINTAKU JAUH DI PULAU

Oleh : Hasbullah Said.-


AULIA mematung hampa. Setelah ia duduk istirahat dibawah teduhnya sebuah pohon kemuning tumbuh rindang ditepi jalan. Kelihatannya sangat letih. Kelelahan, setelah habis berkeliling diseputar situ. Mencari sebuah alamat tempat tinggal seseorang. Gerah udara siang dibulan Juli sangat menyiksanya. Namun tak menyurutkan niatnya untuk mencari alamat itu. Hampir saja ia berputus asa, kendati dengan upaya yang sudah cukup maksimal. Tapi ia bertekat akan menemukan alamat itu sampai kapanpun.
Memang, sebuah kota Metropolitan seperti Makassar sini tak semudah membalikkan telapak tangan untuk menemukan sebuah alamat rumah yang kurang jelas. Itu tak terbayangkan olehnya. Apa lagi dia baru kali pertama menginjakkan kakinya dikota ini.
Berkali-kali ia menghubungi sebuah nomor ponsel pemilik alamat dimaksud, namun jawaban dari operator seluler, selalu mengatakan nomor yang anda tuju tak dapat dihubungi karena sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi.
Ia menghela nafas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan saputangan yang dia bawa selalu. Dari dalam tas sandangnya, dikeluarkannya secarik kertas kemudian dibacanya sekali lagi : Diash Asmara Dhara, Perumahan Bukit Harapan Jln. Antah Brantah No.B.29 Makassar.
Disaat dia hendak beranjak pergi, tiba-tiba seseorang menyapanya. Seorang cowok yang sedang melintas didekatnya. Dari raut wajah Aulia, lelaki itu mengerti bahwa dia sedang dalam kesusahan membutuhkan pertolongan.
“Hai cewek, sedang ngapain kamu sendirian disitu?” sapa cowok itu yang sedang melintas didekatnya kemudian berhenti.
“Cantik banget cewek yang satu ini.” goda cowok itu menggumam.
“Mungkin ada sesuatu yang saya bisa bantu?” tanya cowok itu. Aulia diam saja. Ia acuhkan pertanyaannya. Sepertinya ia tidak percaya atas tawarannya. Pula timbul keraguan dihatinya akan maksud baik cowok itu. Tapi akhirnya hatinya luluh juga. Dia menyahuti tanyanya dan menerima tawarannya dengan suara agak ragu disertai anggukan kepala.
“Iya.” sahutnya.
“Kalau boleh aku tahu?” tanya cowok itu sekali lagi.
“Aku sedang mencari alamat seseorang.” sahut Aulia datar.
“Alamatnya dimana?”
“Jln. Antah Brantah, Perumahan Bukit Harapan.” begitu jawabnya acuh.
“Oh, begini Mbak.” ujar cowok itu kemudian ia berdiam sejenak seolah berpikir.
“Jln. Antah Brantah?” gumamnya.
“Kayaknya nama jalan itu tidak ada disini, akan tetapi Perumahan Bukit Harapan ada.” lanjutnya lagi.
“Dimana?” potong Aulia bertanya tak sabaran.
“Dekat sekali dari disini, depan situ ada belokan kekanan, masuk sedikit disitu ada pintu gerbang perumahan Bukit Harapan, coba tanya sama Satpam.” terangnya.
“Atau ikut aku aja Mbak, karena aku kan tinggal dikomplek itu juga, kebetulan aku mau pulang kerumah sehabis kuliah.” begitu ajaknya ramah.
“Terima kasih, terima kasih banyak.” sahut Aulia mengangguk senyum menerima ajakannya sambil berjalan bersamanya menuju alamat dimaksud yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat mereka berdiri.
“Ngomon-ngomong, boleh nggak aku tahu, Mbak dari mana?” tanya cowok itu.
“Aku baru saja tiba dari Ternate, hendak menemui seseorang.” jawabnya sambil mengulurkan tangannya menyalami lelaki itu memperkenalkan namanya.
“Aulia, Aulia Adel Mulia.”
“Cantik banget namanya ya, kayak orangnya.” guraunya sambil menatap wajah cewek itu. Mendapat pujian, Aulia tersipu malu.
Mendengar nama itu, sontak ia kaget. Namun lelaki itu berupaya menyembunyikan rasa kagetnya terhadap Aulia. Cowok itu sadar bahwa perempuan yang ia temani bicara adalah fans atau penggemarnya dari Ternate. Sering ia berkomunikasi lewat Hp-nya.
Kini ia sedang berada dihadapannya. Hatinya didalam melonjak girang. Jantungnya bergetar, lahir debar-debar aneh berbungsa-bunga, karena cewek yang lama ia rindukan kini telah berada didekatnya. Pura-pura ia tidak kenal cewek itu. Menyembunyikan identitasnya terhadap perempuan yang untuk pertama kalinya ia bertemu.
Ia ingin kerjain dulu, nanti sesudahnya baru ia akan berkata jujur berterus terang kepadanya, mengatakan bahwa sebenarnya dia adalah Diash lelaki yang sedang ia cari alamat rumahnya.
“Aku Dimas” lelaki itu menyambut uluran tangannya sambil menyebut nama samaran mirif nama sebenarnya, agar dia tidak cepat mengenalnya.
“Namanya mirif dengan nama yang sedang aku cari.” ujar Aulia penasaran.
“Siapa namanya?” lagi cowok itu bertanya seolah ingin tahu.
“Diash Asmara Dhara, seorang penulis cerpen.”
“Anggaplah aku orangnya yang dicari.” begitu kelakarnya sambil berjalan bersamanya dibawah terik matahari siang. Haus dahaga tiba-tiba datang menyerang kerongkongan mereka begitu terasa menderanya.
“Bagaimana kalau kita singgah dulu minum.” cowok itu menawarkan kepada Aulia sambil berjalan masuk kesebuah kios ditepi jalan tak jauh dari perumahan itu.
“Tak usah repot-repot.”
“Nggak, hanya pembasuh kerongkongan yang sedang kering.” katanya basa- basi. Dipesannya dua gelas es kelapa muda dicampur dengan sirop dan susu, kemudian mereka duduk diatas sebuah bangku-bangku kios itu.
“Yuk, mari.” pintanya ramah mempersilahkan mencicipinya.
“Terima kasih.”
“Sejak kapan Mbak kenal orang yang sedang dicari?” lanjut lelaki itu bertanya sambil menyedot es kelapa muda dari dalam gelasnya.
“Sudah lama.”
“Sejak kapan?”
“Sejak tahun lalu.”
“Kenalnya dimana?” dicecar pertanyaan begitu bertubi-tubi, Aulia diam. Tidak secepatnya menyahuti tanya cowok itu. Perlahan-lahan es kelapa muda disedot kedalam mulutnya hingga ludes habis. Terasa sangat sejuk dikerongkongannya yang sedang dilanda haus.
“Hanya lewat Hp.”
“Maksudnya?” lelaki itu bertanya sambil mengernyitkan keningnya seolah tidak mengerti.
“Aku kenal lelaki yang sedang aku cari itu, biasanya kami berkomunikasi hanya lewat ponselku.”
Akhirnya, Aulia bercerita panjang lebar kepada cowok itu dari awal hingga akhir perkenalannya dengan Diash. Diceritakannya tentang ketertarikannya atas sebuah cerpen yang ditulis oleh Diash disebuah koran terbitan dikotanya Ternate.
Selanjutnya, mereka sering berhubungan lewat ponselnya masing-masing. Yang pada akhirnya Aulia jujur dan mengatakan kepada Diash bahwa ia jatuh hati padanya. Gayung bersambut. Diash membalasnya mengatakan bahwa diapun cinta pada Aulia.
Ia menyampaikan kepada Diash bahwa setelah lulus Ujian Nasional nanti dia akan lanjut kuliah di Makassar. Dan ini adalah kesempatan terbaik untuk bertemu dengan Diash kekasihnya. Kini ia tepati janjinya, karena sudah lulus dalam ujian Nasional yang baru-baru ini dilaksanakan dikotanya Ternate.
“Lalu, apakah Lia telah pernah bertemu Diash jauh sebelumnya?” Dimas pura-pura bertanya memotong pembicaraannya.
“Nggak, aku tidak pernah bertemu sebelumnya.”
“Kalau gitu, ceritanya, cinta jarak jauh ni ye,............!” canda Dimas.
“Ya tak taulah, cinta apa namanya.” balas Lia malu-malu.
“Atau mungkin ada istilah lain.” lanjut Dimas.
“Oh, yang paling tepat “ Cinta semu, Cinta diawan-awan.” kelakar Dimas sekali lagi.
“Terserahlah, aku tak tahu.” ujar Lia sebal.
“Maaf, salah,.......salah,.........mungkin yang paling tepat adalah, “Cintaku Jauh di Pulau.” lagi-lagi Dimas bercanda sambil senyum. Sontak Lia kaget. Ia teringat sebuah cerpen punya Diash Asmara Dhara, Cintaku Jauh Dipulau. Begitu judul cerpen yang ia pernah baca dikoran terbitan dikotanya Ternate. Ia penasaran berat dibuatnya. Tapi tak ingin diketahui oleh Dimas kalau ia sedang penasaran.
“Ah, udah,.....udah,.....deh, terserah kamu.” sahut Lia pura-pura jengkel.
Udara siang berhembus perlahan dari balik tirai kios itu, terasa begitu sejuk sehabis minum es kelapa muda. Sesudahnya, mereka segera beranjak pergi meninggalkan kios itu seusai Dimas membayarnya, menuju perumahan Bukit Harapan untuk selanjutnya mencari rumah Diash.
“Ini No.B.29.” ujar Dimas sambil berjalan masuk kerumah itu pura-pura akan menanyakan kalau ada penghuninya bernama Diash. Tapi, baru saja dia hendak mengetuk pintu rumah itu, Indah adik perempuannya lebih awal membukakannya pintu sambil berujar.
“Kok, kakak Diash bawa pacar ya?” Mendengar ucapnya, sontak Lia kaget. Dia terpaku bingung. Ia tidak mengerti mana yang benar, Diash atau Dimas. Karena adiknya memanggilnya Diash. Maka barulah sadar, bahwa yang dia temani dan mengantarnya mencari alamat itu adalah Diash benaran, bukan Dimas. Sebuah skenario yang disusun Diash begitu rapi.
“Sampai hati kak Diash kerjain aku.” ujar Lia setelah ia duduk bersamanya diatas kursi tamu.
“Sebuah suprise untukmu, karena baru pertama kalinya kita bertemu muka.” ujar Diash senyum manatap Lia.
Duduk berdua diruang tamu asyik ngobrol bercerita banyak tentang pengalaman mereka selama ini, walau hanya lewat ponselnya masing-masing.
“Sekiranya HP kak Diash aktif, tentu skenario konyol tidak begini jadinya.”
“Maaf sayang, aku telah merepotkanmu, tapi skenario memang sengaja aku buat sedemikian rupa sebagai kejutan untukmu.”
“Baik, tidak apa-apa, karena kita sudah bertemu.”
“Kini tidaklah lagi jadi sebuah teka-teki membuat kita penasaran.” sambung Lia sambil menatap senyum pada Diash sebagai tanda bahagia bertemu dengannya.
“Terima kasih sayang, impianku kini telah jadi kenyataan.” ujar Diash sambil membalas senyumnya.
Hatinya didalam kini bahagia berbunga-bunga bertemu Aulia yang telah lama ia rindukan.(*)

Makassar, 29 Mei 2009

Harian Radar Bulukumba, 09 Juli 2009
Mingguan Inti Berita,13 Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar