Selasa, 03 Mei 2011

83. SMS SIAPA INI BANG ?

Oleh : Hasbullah Said.-


SENDIRI di kesunyian malam seperti ini didalam kamarnya yang sempit lagi hangat. Seolah terasing sebatang kara, kendati rumah kos yang ia tinggali berada ditengah kota yang begitu sangat ramai. Di sebuah rumah kost yang penghuninya khusus putri. Rumah itu diberi nama Pondok Putri Ayu. Penghuninya tak seberapa banyak. Mereka tinggal bersama pemiliknya, sekali gus sebagai ibu kost, seorang janda muda yang ditinggal mati oleh suaminya menempati kamar bagian belakang.
Di bukanya lebar-lebar daun jendela kamarnya diawal malam, dan dibiarkannya udara dingin menyeruak masuk menggusur jauh gerah udara siang yang masih tersisa. Gesekan ranting pohon kayu dibelakang rumah kostnya terdengar riuh tertiup angin malam, seperti nyanyian serak pilu saat malam perlahan hendak beranjak larut.
Udara dingin dan basah seperti ini dirasakan bagai ribuan jarum menancap keseluruh rongga pori kulitnya, mengucurkan darah penyesalan, padahal seluruh pintu-pintu dan jendela kamarnya sudah ditutup kembali rapat-rapat sebelum larut malam datang bertandang menjenguknya.
Dia sedang mencoba untuk mengusir jauh kesal dihatinya, ketika beberapa hari lalu ia berkunjung kerumah Firman, kekasihnya. Sebuah rumah mungil dibilangan pasar baru disebuah kota kecil berada dibagian selatan jazirah pulau ini.
Sebuah permukiman penduduk cukup elit dikota itu, dengan bangunan rumahnya model masa kini, minimalis modern.
Cewek itu teringat lagi akan Firman, dia kenal sudah cukup lama. Awalnya hanya karena ketertarikannya pada puisi-puisi yang sering ia tulis lewat sebuah koran mungil dikotanya. Ita nama cewek itu. Lengkapnya Rosita Anwar Budiman. Ia sangat senang baca tulisan puisi atau semacamnya yang dimuat dikoran.
Akhirnya mereka begitu telah sangat akrab, kendati tidak pernah bertemu muka. Hanya lewat ponselnya masing-masing sering berkiriman SMS ataupun saling bicara singkat dengannya. Mereka bercerita tentang dunia remaja dan angan-angan. Nomor Hp milik Firman diperoleh dari redaktur koran tempat dimana tulisannya sering dimuat.
Tempat tinggal mereka saling berjauhan, namun daerah atau kota tempat tinggal Firman dapat dijangkau dengan kendaraan umum atau sepeda motor tak lebih dari satu setengah jam perjalanan.
Disuatu malam, dering bising dibalik Hp miliknya tiba-tiba mengusik lamun sepinya dalam kamarnya yang hening bisu.
“Halo, selamat malam dik Ita,......”
“Selamat malam Bang Firman.” sahutnya.
“Apa ini benar Ita yang aku temani bicara?” tanyanya ragu.
“Eh, kenapa baru kali ini Abang ragu, aku ini Ita,” balasnya meyakinkan dia.
“Karena suaramu tidak seperti hari-hari sebelumnya, sepertinya,.......”
“Ya, suaraku parau,..........toh, kedengarannya tentu lain-lain.”
“Kenapa begitu?” tanyanya lagi.
“Abang tebak sendiri.”
“Biasanya seperti itu dalam keadaan sedih atau habis menangis.” katanya bercanda.
“Tebakan Abang benar sekali.” kata Ita lirih membenarkannya.
“Ada apa denganmu, dik Ita?” lagi ia bertanya penasaran.
“Udah deh, nanti suatu saat aku akan ceritakan padamu Bang.” balas Ita bertepatan hubungan pembicaraannya terputus karena tiba-tiba beterey Hp-nya low-batt.
Kembali hening dalam kamarnya yang sempit lagi hangat. Tak terdengar lagi suara-suara lain kecuali bunyi ranting pohon kayu dibelakang rumah kosnya masih terdengar riuh tertiup angin malam.
Bayang-bayang peristiwa beberapa hari lalu kembali menari-nari dibenaknya, ketika ia berkunjung kerumah Firman, dengan maksud ingin mencari tahu, mengapa akhir-akhr ini ia tak lagi meneleponnya ataupun meng-SMS-nya. Berkali-kali ia menghubunginya, namun selalu gagal, tak ada jawaban darinya. Terkesan sengaja dia tak mengangkatnya.
Sepeda motor Mio matic-nya dilarikan dengan kecepatan tinggi diatas jalan aspal menuju rumah Firman. Risma diboncengannya sesekali memperingatinya agar laju sepeda motor yang dikendarainya sedikit diperlambat.
“Pelan-pelan aja kak, biar lambat asal selamat.” pinta Risma diboncengannya. Suara Risma sayup-sayup hampir tak terdengar dari balik helm pengaman yang dikenakan Ita, tertelan oleh derasnya kesiur angin menerpa tubuhnya.
Cewek itu mengangguk mengiakan permintaan Risma. Laju motor Mio matic-nya sedikit dikurangi, dan tak lama kemudian merekapun telah tiba dirumah Firman. Dari luar, pintu rumah Firman digedor perlahan karena terlihat pintunya tertutup rapat.
Seorang perempuan muda membukanya. Dengan santun, cewek itu memberi salam.
“Selamat siang, Bu.”
“Selamat siang.” balasnya sambil menatapnya tajam.
”Apa benar disini tinggal Bang Firman?” tanyanya.
“Ya, benar, tapi boleh aku tahu kalian dari mana?” balik perempuan itu bertanya dengan nada yang kurang bersahabat.
“Kenalkan, aku Rosita, dan ini temanku Risma, kami datang dari kota Bandung ingin bertemu dengan Bang Firman.” begitu jawabnya memperkenalkan dirinya.
“Aku istri Bang Firman dan kalau boleh aku tahu perlu apa kalian hendak bertemu dengannya?” tanyanya lagi sinis.
“Em, em,...........anu Bu,........!” belum begitu putus omongannya, kembali perempuan itu berujar dengan nada sangat tidak etis.
“Oh, inilah cewek yang sering meng-SMS suamiku, mengganggu ketentraman keluarga kami.” katanya geram pada mereka disertai pandangan sinis.
“Oh, maaf ibu, kami ini tidak bermaksud apa-apa terhadap bang Firman.” kata Ita terbata-bata.
“Tapi buktinya, SMS,.......itu” katanya dengan nada tinggi.
Sejenak Ita diam. Dia tak dapat berkutik.Tanpa basa–basi mereka segera beranjak pergi.
“Kalau begitu kami permisi Bu.” ujarnya sambil berlalu meninggalkan perempuan itu.
“Ya, silahkan saja karena juga Bang Firman suamiku tidak ada dirumah, dia sedang keluar.” sahut perempuan itu sambil berlari masuk kedalam kamarnya.
Mendengar ucap perempuan itu, terasa oleh Ita dunia ini bagaikan kiamat, seolah runtuh menimpa diatas kepalanya. Jantungnya bagai luruh tepat diatas ujung-ujung kakinya. Serupa tamparan keras membuat ia terjerembab. Mereka segera berlari mengendarai motor Mio matic-nya dengan kecepatan tinggi menuju kota Bandung. Berlari dengan membawa rasa kecewa dihatinya.
Selama ia kenal dengan Firman, memang dia tidak pernah menanyakan kepadanya tentang latar belakang kelurganya apa lagi menanyakan, apa sudah beristri atau belum. Karena ia yakin bahwa Firman adalah seorang seniman yang memiliki rasa seni yang begitu tinggi. Puisi adalah dunianya remaja, maka tentunya Firman adalah seorang remaja tanggung. Begitu pikiran Ita yang sangat diyakininya.
Hanya saja setiap manusia, tidak lahir dengan sendirinya diatas dunia ini, tentu dia punya rumah dan keluarga. Sebenarnya dari awal dia tidak mau tahu dimana rumah Firman, siapa keluarganya. Itu tak pernah terlintas dihati Ita. Akan tetapi karena sudah sekian lama dia tak pernah menerima telponnya lagi, maka dengan terpaksa ia mencari alamatnya lewat redaktur surat kabar tempat dimana tulisannya sering dimuat.
***
Suatu waktu, jauh hari sebelumnya. Dering isyarat pesan singkat dari balik Hp milik Firman suaminya tiba-tiba terdengar bergetar diatas meja tulisnya, lupa membawanya pergi ketika dia sedang keluar rumah. Istrinya buru-buru membukanya, karena khawatir ada pesan yang sangat penting untuknya. Sontak ia kaget setelah membaca SMS yang dikirim oleh seorang cewek yang tak dikenalnya.
Bang Fir,................ sayangku, aku tunggu kamu minggu pagi esok dirumah kostku, sesuai janji Abang akan menemani Ita rekreasi ke Tangkuban Perahu, tempat wisata yang sangat indah panoramanya sebagai lepas kangen sekali gus jumpa perdana kita yang mengasyikkan.
Dari sayangmu, Rosita Anwar Budiman.
Seusai ia baca, segera berlari masuk kedalam kamarnya meratapi dirinya. Ia merasa dikhianati oleh Firman suaminya. Api cemburu begitu cepat berkobar membakar rongga dadanya. Begitu dia tahu bahwa suaminya telah datang segera ia menyongsongnya didepan pintu masuk rumahnya.
“Abang ini dari mana?” tanyanya dengan nada kesal.
“Sedikit ada urusan diluar.” jawab suaminya.
“Waktu keluar tadi, Abang lupa bawa Hp.”
“Oh, ya, aku lupa.”
“Tadi ada SMS yang masuk Bang.”
“Dari mana?” tanya suaminya.
“Mana aku tahu, justru aku yang akan bertanya, SMS siapakah ini Bang?” tanya istrinya dengan nada emosi.
“Dasar lelaki.” umpatnya dengan nada sedikit keras.
“Kenapa kamu ngomong begitu, ada apa denganmu dik?” tanya Firman heran.
“Itu SMS yang masuk, pesannya pakai sayang-sayang segala.”
“Emangnya Abang ini telah punya istri simpanan?”
Firman suaminya diam sejenak mendengar ucapnya. Lama ia tidak menanggapi kata istrinya.
“Tolong Abang jawab dengan jujur, siapa itu Rosita.” desak istrinya sekali lagi dengan nada lirih.
Firman menghela nafas dalam-dalam, lalu ia mencoba menyabarkan dan memberi pengertian pada istrinya.
“Mungkin itu hanya iseng dari seseorang, kalau bukan SMS salah kirim atau salah sambung.” sahut Firman berupaya mengelak.
“Begini Bang, lebih baik Hp ini aku hancurkan atau membuangnya jauh-jauh, dari pada hanya akan membawa mala petaka bagi keutuhan rumah tangga kita, mungkin ada baiknya Hp ini kita korbankan saja.” kata istrinya emosi, sambil menghempaskannya Hp itu diatas ubin keramik, membuat hancur berkeping-keping berserakan memenuhi hampir seluruh ruang tamu.
Sesudahnya, istri Firman berlari masuk kedalam kamarnya, lalu membenamkan dirinya mengunci pintunya dari dalam, sambil menangis sesunggukan. Firman tak tahu apa hendak dilakukan untuk meredam emosi istrinya yang terbakar oleh api cemburu. Firman memilih lebih banyak diam, khawatir terjadi perang terbuka dalam rumah tangganya yang selama ini terlihat adem-adem saja.
Ia bangkit dari duduknya, kemudian berjalan menuju pintu kamarnya, lalu digedor perlahan dari luar. Diberinya pengertian kepada istrinya, agar dia sadar akan keberadaanya sebagai seniman, seorang penulis puisi. Tentunya dimana-mana punya banyak fans atau penggemarnya.
“Sudahlah dik, maafkan Abang.” begitu bujuknya sambil menunggu padamnya api cemburu yang membakar jiwa istrinya. Entah, sampai kapanpun. Ia akan tetap sabar menunggu, dan akan berupaya untuk melupakan masa lalunya bersama Rosita. Bagi Firman, semua itu adalah sebuah pembelajaran terpahit yang ia rasakan selama dalam perjalanan hidupnya.(*)

Makassar, 15 Agustus 2009

Harian Radar Bandung, 18 Oktober 2009
Harian Radar Bulukumba, 03 November 2009
Mingguan Inti Berita, 22 November 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar